RSS

Infaq, Menguji Keikhlasan Kita

11 Mar

Infaq, Menguji Kelkhlasan kita.

Infaq mempunyai makna menafkahkan atau membelanjakan harta yang kita miliki, terutama untuk kepentingan agama atau memberikan makna menafkahkan harta di jalan Allah. Bisa berupa pengeluaran zakat dan non zakat. Sedangkan infaq itu sendiri ada yang wajib dan ada yang sunnah. Zakat, kafarat, nadzar dll, adalah infaq wajib sedangkan infaq yang ditujukan kepada fakir miskin, sesama muslim, untuk bantuan kemanusiaan adalah infaq sunnah.

Keberadaan infaq ini tidak bisa lepas dari kata “Iman”, karena membelanjakan harta untuk kepentingan agama Allah ini merupakan amalan yang wajib. Yang tidak bisa di tinggalkan atau di abaikan begitu saja. Konsekwensi apabila kita meninggalkannya adalah “kepincangan” dari tingkah laku atau perbuatan atau amalan-amalan kita.

Iman dan Amal shalih itu mempunyai keterkaitan yang tidak seorangpun dapat memisahkannya kecuali orang fasik atau munafik. Orang fasik adalah orang yang mengaku beriman tapi masih suka berbuat dosa. Sedangkan orang munafik adalah orang yang “mengaku” beriman, tetapi antara lisan dan perbuatanya sangat berlawanan. Artinya tidak ada kesesuaian antara apa yang di ucapkan dan perilaku sehari-harinya.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat muslim sendiri masih berkutat di perkara “Iman”. Keberadaan iman di dalam dada tiap diri kita ini masih transparan. Belum begitu jelas terbaca dalam perwujudan perilaku sehari-hari. Mereka yang menggenggam “Iman” secara kuantitas dan kualitas juga masih di ragukan. Karena setiap perilaku yang berkaitan dengan infaq masih sangat erat kaitannya dengan tendensi masing-masing pribadi orang tersebut. Dan anggapan bahwa hanya orang-orang yang mempunyai kecukupan harta saja yang wajib infaq, semakin menenggelamkan ibadah infaq di kubangan hati kaum muslimin.

Dalam kenyataan hidup sehari-hari, kita juga banyak melihat orang kaya yang dermawan. Mereka itu suka membantu saudaranya, tetangganya, kegiatan-kegiatan sosial di lingkungan masyarakatnya, anak-anak yatim pembangunan-pembangunan masjid, sekolah-sekolah Islam dll. Jika kita bisa melihat atau menyaksikan sendiri betapa religius orang tersebut, betapa jujurnya orang tersebut, barulah kita bisa mengambil kesimpulan itulah orang yang benar-benar beriman.

Tetapi seberapa banyak orang-orang seperti tersebut di atas di lingkungan kita ? Jawabnya tidak banyak. Bisa di hitung dengan jari. Bahkan bisa di hitung tanpa jari alias awangan saja. Kenapa ? Karena “Iman”. Keberadaan Iman yang “Iman-iman-an” membuat “amal shalih infaq” tidak jalan atau berhenti terbatas pada orang-orang tertentu saja. Yaitu orang-orang yang ber-agama secara sungguh-sungguh.

Celakanya juga, kebanyakan dari kita menjadikan agama hanya sebagai “hiasan” atau “accessories” kehidupan. Sehingga “Ilmu” dari infaq itu sendiri tidak begitu banyak diketahui orang. Yang paling banyak diketahui orang kebanyakan adalah, infaq itu mengurangi harta yang kita miliki dan kita kumpulkan dengan susah payah. Sehingga rasa enggan untuk mengeluarkannya di jalan Allah jauh lebih besar dari pada untuk kepentingan diri sendiri.

Dan kata “infaq” mereka identikan dengan “memberi”. Atau memberikan sebagian harta mereka kepada orang lain. Bagi mereka memberi itu tidak akan pernah kembali. Jelas ini akan mengurangi harta yang mereka miliki. Karena merasa untuk memperolehnya butuh usaha yang tidak mudah, maka rasa “eman” akan lebih mendominasi. Akibatnya “Keikhlasan” juga akan belalu begitu saja dari hati.

Nah ketidaktahuan atau tiadanya kepahaman tentang ilmu “memberi” inilah yang membuat manusia, siapapun orangnya bisa menjadi begitu sayang terhadap apa yang menjadi miliknya, terutama harta benda, begitu pelit alias medhit dalam hal “memberi”. Kalaupun memberi, hampir pasti tidak disertai rasa ikhlas atau bahkan tersembunyi maksud-maksud tertentu.

Meskipun begitu kita masih bisa melihat, banyak dari kaum muslimin yang dermawan, terbukti banyak sekali pembangunan-pembangunan masjid, mushalla, sekolah-sekolah yang bernafaskan Islam. Tetapi kalau dibandingkan dengan jumlah masyarakat Islam dan besarnya arus distribusi hasil infaq ke mereka yang membutuhkan masih harus di tingkatkan. Dengan memberikan pencerahan Iman kepada setiap masyarakat muslim diharapkan kepahaman akan pentingnya infaq ini akan semakin bertambah, sehingga benar-benar akan terbukti bahwa Islam memang benar membawa kemaslahatan bagi umatnya.

Allah menempatkan infaq setelah Iman dan shalat. Kenapa ?

Iman adalah pondasi kehidupan beragama dan kewajiban yang mutlak bagi setiap hamba yang benar-benar menyadari bahwa keberadaan dirinya adalah karena Allah swt. Shalat dan infaq adalah amalan. Shalat adalah perbuatan atau tingkah laku yang bernilai transenden, cermin “Habblun min Allah “. Sedangkan infaq adalah perbuatan atau tingkah laku yang mengandung nilai vertikal sekaligus horizontal. Cermin dari “Habblun minan nas”.

Shalat adalah interaksi antara seorang hamba dan Tuhannya. Efeknya adalah terhindarnya diri para pengamalnya dari perbuatan keji dan munkar. Sedangkan Infaq adalah perwujudan Iman dan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Efek horizontal dari infaq ini sangat besar sekali bagi umat. Kita bisa perhatikan beberapa efek dari infaq di bawah ini.

Menghindari dan mempersempit kesenjangan atau jurang pemisah antara si Kaya dan si Miskin.
Merupakan Pilar atau tiang penyangga antara mereka yang kaya dengan para Mujahid dan da`i yang berjuang dan berda`wah untuk meninggikan Kalimat Allah swt.
Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk dengan memberikan teladan yang baik melalui zakat dan sedekah.
Merupakan alat pembersih harta (dengan zakat) dan penjagaan dari ketama`an orang jahat.
Merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang dilimpahkan kepadanya.
Untuk membantu mengembangkan potensi umat dalam ilmu dan sosialnya.
Sebagai dukungan moral bagi para mu`allaf atau mereka yang baru masuk agama Islam.
Sebagai income untuk negara yang dapat di gunakan untuk membangun sarana-sarana untuk kepentingan umat.

Sedangkan manfaat dari Infaq bagi diri sendiri banyak di terangkan dalam Al Qur`an yang di antaranya :

QS. Al Baqarah : 245.

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ﴿٢٤٥﴾
“Man dzal ladzii yuqridhullaha qardhan hasanan fa yudhaa`ifahu lahu adh`aafan katsirah, wallahu yaqbidhu wa yabsuthu wa ilaihi turja`uuna”

”Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

QS. Al Hadiid : 11

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ﴿١١﴾
“Man dzal ladzii yuqridhullaha qardhan hasanan fa yudhaa`ifahu lahu wa lahu ajrun kariimun”

”Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”

QS. Al Hadiid : 18

إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ﴿١٨﴾
“Innal mushaddiqiina wal mushaddiqaati wa `aqradhuullaha qardhan hasanan yudhaa`afu lahum wa lahum ajrun kariimun”

”Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.”

QS. At Taghaabun : 17

إِنْ تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ﴿١٧﴾
“In tuqridhuullaha qardhan hasanan yudhaa`ifhu lakum wa yaghfirlakum, wallahu syakuurun haliimun”

”Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.”

Dari beberapa ayat di atas Allah swt menjanjikan, bahwa siapa saja yang bersedia meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Allah swt akan melipat gandakan penggantiannya.

Kata “Meminjamkan” disini adalah istilah ungkapan untuk menafkahkan harta di jalan Allah. Bukan Allah yang meminjam kepada kita atau Allah meminjam harta kita. Allah Maha Kaya, bahkan Allahlah yang melampangkan dan menyempitkan rezeki kepada kita atau kepada mereka yang di kehendakiNya.

Kenapa Allah menggunakan istilah “meminjamkan” ?

Marilah kita mencoba untuk menela`ah sedikit. Jika seseorang memberikan sesuatu barang kepada orang lain tentu orang yang diberi tersebut tidak wajib untuk mengembalikannya karena, kata “memberikan” mengisyaratkan lepas atau tidak ada tanggungan lagi bagi si penerima. Tetapi akan lain pengertiannya jika kita meminjamkan sesuatu kepada orang lain. Si peminjam berkewajiban untuk mengembalikan pinjaman itu dengan nilai yang sama dengan waktu meminjam. Tidak boleh ada kelebihan, yang berakibat riba, yang hukumnya di haramkan oleh Allah swt.

Dan bagi orang beriman segala perbuatan dan tingkah lakunya hanya di dasarkan karena Allah semata. Infaq yang di keluarkan dari hartanya dan di serahkan kepada mereka yang berhak bukan karena dorongan atau pengaruh dari siapapun juga. Tetapi hanya karena Allah semata. Infaq bagi mereka adalah perintah yang harus atau wajib dipenuhi. Tidak bisa di tawar-tawar lagi. Dan sesuatu yang dilakukan karena Allah semata, urusannya kembali kepada Allah swt.

Allah menjanjikan akan memberikan balasan dengan berlipat ganda bagi mereka yang bersedia membelanjakan hartanya hanya karena Allah semata. Karena apa yang telah kita infaq-kan tersebut akan memperoleh ganti, yang nantinya kita juga yang akan menerimanya, maka kiranya tidak berlebihan atau bahkan sudah tepat jugalah penggunaan kata “meminjamkan” di gunakan.

Kata “memberi” tidak pantas digunakan manusia untuk Allah. Karena Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan sesuatupun dari kita. Kitalah yang berkehendak kepada Allah dengan segala limpahan rahmat berupa rezeki yang halal dan kesehatan jasmani dan ruhani kita. Yang dikehendaki oleh Allah adalah ketaatan kita sebagai hamba saja. Itupun demi kebaikan kita juga akhirnya. Yaitu demi keselamatan kita kelak di akhirat.

Dan Allah akan memberikan gantinya dengan jumlah yang berlipat ganda dan yang demikian itu adalah haq. Bukan riba ! Allah berhak untuk meluaskan rezeki orang-orang yang dikehendakinya. Janji Allah kepada hambanya pasti akan di tepati. Tidak ada di dunia ini yang paling menepati janjinya kecuali Allah swt. dan itu benar-benar sangat di yakini oleh mereka yang beriman dengan sebenar-benarnya iman. Dan Allah memberi ketegasan atas janji-janjinya tersebut dengan lebih teliti lagi di :

QS. Al Baqarah : 261

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ﴿٢٦١﴾
“Matsalul ladziina yunfiquuna amwalhum fii sabiililahi kamatsalil habbatin `anbatan sab`a sanaabila fii kulli sunbulatin mi`atu habbatin. Wallahu yudhaa`ifuu liman yasyaa`u, wallahu wasi`unn `aliimun”

”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Itulah penjelasan dan janji yang haq dari Allah bagi orang-orang yang mau menafkahkan hartanya di jalan Allah. Bahkan Allah tidak hanya akan memberikan ganti dengan jumlah yang berlipat ganda tetapi Allah juga akan memberikan sesuatu yang lain seperti yang ada di ayat berikut :

QS. Ash Shaaf 10 – 12

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ﴿١٠﴾
“Yaa ayyuhal ladziina aamanu hal adullukum `alaa tijaaratin tunjiikum min `adzaabin aliimi:

”Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?”

تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴿١١﴾
“Tu`minuuna billahi wa rasuulihi wa tujaahiduuna fii sabiililahi bi`amwalikum wa anfusikum, dzalikum khairun lakum in kuntum ta`lamuuna”

”(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ﴿١٢﴾
“Yaghfirlakum dzunuubakum wayudkhilkum jannaatin tajrii min tahtihal anhaaru wa masaakina thaiyibatan fii jannaati `adn, dzaalikal fauzul `azhiimu”

”Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.”

Beriman dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa yang akan memberikan kepada kita semua janji Allah. Disamping nikmat yang berlipat ganda juga Allah akan mengampuni dosa-dosa kita dan akan memasukkan kita ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Dan itulah keberuntungan yang benar-benar sangat besar bagi manusia.

Dan ada ayat yang lain lagi yang akan menambah keyakinan kita tentang manfaat infaq ini,

QS. Faathir 29.

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ﴿٢٩﴾
“Innal ladziina yatluuna kitaballahi wa aqaamush shalata wa anfaquu mimma razaqnaahum sirran wa `alaa niyatan yarjuuna tijaaratan lan tabuura”

”Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,”

QS. Faathir 30.
لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ﴿٣٠﴾
“liyuwaf fiyahum ujuurahum wayaziidahum min fadhlihi, innahu ghafuurun syakuurun”

”agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”

Itulah manfaat infaq bagi diri kita. Dan infaq juga memiliki banyak arti bagi kehidupan sosial masyarakat khususnya kaum muslimin. Diantara hikmah yang berguna bagi masyarakat adalah :

Membantu dan membina serta membangun kaum miskin dengan sedikit materi yang berguna bagi mereka sekedar untuk mampu berdiri beribadah kepada Allah swt.
Menghilang sifat iri atau dengki dari mereka yang tidak mampu secara materi terhadap mereka yang mempunyai harta berlebih dan hidup yang jauh lebih baik.
Mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta berupa materi ke masyarakat dan bisa memotivasi tanggung jawab individu terhadap dirinya sendiri.
Merupakan cermin ukhuwah Islamiyah (persaudaraan dalam Islam).
Sebagai pencuci diri dari dosa dan sucinya jiwa dari kotoran-kotoran yang masuk ke hati melalui sifat kikir atau serakah.
Sebagai pengikat persatuan umat dan pengikat bathin antara mereka yang kaya dan mereka yang miskin sekaligus sebagai penutup dalamnya jurang penyekatnya.
Mewujudkan tatanan masyarakat yang damai sejahtera dengan terjalinnya ukhuwah dan rasa kepedulian yang sangat tinggi terhadap sesama, yang akhirnya bisa menciptakan sebuah kehidupan masyarakat yang baldatun thaiyibatun wa rabbun ghafur.

Dan sebagai akhir dari tulisan ini saya tambahkan satu ayat yang bisa kita renungkan bersama-sama tentang pentingnya infaq.

QS. Ali Imraan : 92
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ﴿٩٢﴾
”Lan tanaaalul birra hattaa tunfiquu mimmaa tuhibbuuna, wa maa tunfiquu min syai`in fa innallaha bihi `aliimun”

”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

Jelas kan sekarang ?
Suatu kebajikan belumlah bisa dianggap sempurna, apabila kita belum menafkahkan sebagian harta yang kita cintai. Itulah kenapa Sayyidina Abu Bakr As shidiq dan Sayyidina Umar bin Khattab pada masa kekhalifahanya mencontoh perilaku Rasulullah saw. dengan tidak meninggalkan harta yang berlebih bahkan bisa di bilang sangat sedikit sekali harta yang di tinggalkan untuk keluarganya. Tetapi Rasulullah saw dan kedua sahabatnya tersebut telah mewariskan contoh perilaku yang sangat sulit dan sangat berat untuk di ikuti pengikutnya yang kebanyakan sudah memalingkan mata dan hatinya kepada kenikmatan dunia.

Yang dengan kenikmatan dunia itu mereka bisa lupa. Lupa kepada Tuhannya yang telah memberikan segala apa yang di inginkannya. Yang telah memberikan segala apa yang dibutuhkanya. Lupa terhadap kesaksian yang telah di ucapkannya melalu dua kalimah syahadatnya dan lupa bahwa kelak kita akan dan pasti berhadapan dengan hari “penghisaban”Nya.

Dan dengan memahami manfaat dari infaq, mudah-mudahan kita diberi kekuatan oleh Allah swt untuk bisa meresapi ilmu-ilmu agama yang telah di wariskan oleh Rasulullah saw dan sahabatnya tersebut dengan mencoba untuk memahami petunjuk-petunjuk yang ada agar cara beribadah kita lebih terarah dan lebih mendekati ke-khusyu`an.

Dan mudah-mudahan pula kita akan diberikan oleh Allah hidayah untuk bersedia mengamalkan salah satu perintah Allah yang sangat bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat banyak, terutama kaum muslimin yang ada di sekitar kita maupun yang jauh dari kita. Serta mudah-mudahan pula Allah akan menghiasi amalan-amalan kita dengan kain baju “keikhlasan” dari masing-masing hati kita, sehingga kita tidak akan pernah ragu-ragu lagi dalam memberikan sebagian harta yang kita cintai ke jalan Allah.

Terutama untuk kaleng-kaleng masjid dan untuk anak-anak yatim piatu. Janganlah membiarkan kotak amal masjid menjadi saksi akan ke-engganan kita dalam ber-infaq untuk kepentingan agama dan untuk kepentingan umat muslim. Sehingga nantinya akan banyak pula kotak-kotak amal di berbagai mushala dan masjid yang pernah kita singgahi dan kita gunakan untuk ibadah shalat yang menjadi saksi akan keterpurukan kita dalam kehidupan akhirat.

Selamat ber “infaq”. Sedikit tapi berkelanjutan adalah lebih baik dari pada banyak namun berhenti dalam jangka waktu yang lama. Dan biasakan diri kita untuk selalu membawa “dinar” pada setiap kali memasuki Mushala atau masjid. Agar kelak kotak-kotak amal tersebut bersedia untuk menjadi saksi amalan kita di hadapan Allah swt.

Sekian.

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada Maret 11, 2010 inci Renungan

 

1 responses to “Infaq, Menguji Keikhlasan Kita

Tinggalkan komentar